Minggu, 15 Januari 2012
Ketika Makna Terejakan
matahati adalah belati
telunjuk menjadi nurani
keberanian tonggak diri
meski konsekwensi kan jadi duri
satu persatu aksara berguguran
tebaran dipetik dari terka rekaan
lelah berbicara kejujuran
diam pada pengheningan tutup semua fikiran
Rasaku
rasa ku takkan pernah bisa kau rasa
cinta mu telah berlabuh pada dermaga
sayap ku patah
tenggelam pada samudra
badai jiwa ku bergemuruh pilu
hempaskan rasa pada hening
Senandung Jiwa
merintih hati dalam sepi
rindu menyayat bagai belati
terkapar senandung senja
bait-bait menggelepar
kehilangan nyawa
Rasa Ini Masih Ada
entah mengapa hati ini selalu gelisah
walau hanya bisa liat sebait tulisan mu
sudah merasa buat ku tenang
memang tiada bisa pungkiri
rasa ini masih ada dan masih sama
aku rindu kamu yang dulu
penuh ceria dalam sapa dan canda
Mentari
mentari hadir begitu cerah
angin berhembus sepoi belai jiwa
tenangkan hati dari gundah gelisah
ku hela nafas hempaskan pada alam
Bersama Sisa Kanvas
bersama alam ku bernyanyi
bersama alam ku menari
bersama angin ku titipkan salam
rindu ku untuk mu yang jauh
Andai Kamu Bisa
andai kamu bisa melihat isi hati ini
saat ku melihat senyum dan tawa mu
bagai aku memiliki semangat jiwa ku
ku rasakan tenang dan damai
Bayang Indahmu
pada senja ini ingin kembali
ku lukis bayang indah mu
yang kan tergores pada sisa
lembaran-lembaran kanvas didinding hati ini
kan ku torehkan warna pelangi
agar indah bagaikan nyata
290311 : 18.12
Mengemas Sepi
malam kian bertambah hening
rinai hujan basahi bumi
dingin raga ini sedingin hati yang merintih
Asa Yang Hampa
pagi telah kembali hadir
mendung masih saja terus membalut
tak ingin tinggalkan hati yang slalu berduka
badai jiwa pun selalu hadir tiba-tiba
Berhembuslah
silau mata menatap cerah sang surya
teriknya bagai ingin membakar raga
di depan jendela angin semilir menerpa wajah
membelai belai hingga jiwa terlena
dalam lamunan kosong dan bisu
Lingkaran Jiwa
perputaran warna mengitari lingkaran jiwa
berputar dalam alunan syahdu
kadang hadirkan warna indah
kadang hadirkan warna gelap
dan kadang hadirkan warna benderang
Lorong Kehidupan
lorong-lorong kehidupan masih panjang
yang harus terlalui dilalui
badaipun kan siap kembali menghadang
tegarkan jiwa kuat hati sekuat karang
Rasa Ini
rasa ini terpendam dalam
telah ku nikmati dalam diam
hanya kata rindu yang terucap
pada bayang yang bukan milik ku
310311 : 05.19
Keindahan Untukmu
bagai gemintang
kerlip indah mu masih hadirkan rona
tiadakan pudar
walau hangat mu tertutup awan
bias cahaya mu masih menyinari
dan dapat ku rasakan hangat nya
rindu ku selalu akan ciptakan
keindahan untuk mu
310311 : 23.12
Lelap Semalam
keindahan rembulan dan bintang
bagai bayang indah mu
yang melintas tersenyum indah
hingga ku dekap dalam heningnya malam
Senandung Sunyi
kembali dinding ini yang setia menemani
terluahkan rasa pada senandung sunyi
lepaskan sepi pada kelam malam
goreskan pada dinding putih ini
Tak Pernah Hilang
rasa yang tiada kan pernah hilang
masih sama dan ada
bayang mu senandung ku dalam rasa
kau kan selalu ada dan ada
dalam hati dan jiwa
110411 : 18.35
Masih Berpijar
masih berpijar nama mu dalam kalbu
benderang pada dinding hati
dekap rindu dalam diam
senandungkan pada sunyi
damaikan hening ku
kau belahan hati ku
Tatap Mentari
tatap mentari berpeluh dingin
berkubang dalam rasa yang sepi
saat kau menjauh semua terasa sepi
tinggalkan ku kembali sunyi
Bagaimana Bisa
bagaimana aku bisa menghias rasa
dengan warna-warna jingga
sementara aku hanya memiliki
warna hitam dan putih
yang menjadi abu-abu
dalam goresan warna ku
Jatuhkan Pena
guratan menggores sejuta peristiwa
tak henti terlukis pada
kanvas memburam
rona warna abu-abu yang
masih melingkupi seputar rasa
sesekali terhempas angin
Hati Kelu
melangkah kaki diantara perih nyeri
serasa ingin lemahkan jiwa
ratapan perih merintih dalam bisu
memudar dalam derai airmata
semua meretas perlahan pada labirin
Suratan Taqdir
keterhelaan yang tiada pernah putus
lebur dalam hangat mentari
walau rasa kian keruh
ingin slalu damai jiwa
terbalut warna jingga
Di Bawah Nirwana
di bawah nirwana
musim terus terlewati
ikuti kemana rasa membawa jiwa
gores bait sunyi
tumpahkan pada heningmu
Cengkeraman Langit
ketak tentuan nafas
hembuskan angin resah
menembang gelisah
diantara cengkraman langit
diburu,memburu
misteri pada labirin
Di Antara Sunyi
senandung
menggores nada diantara sunyi
berdendang layu
kala hangat mu
hadirkan nada-nada membeku
Senandung Sendu
senandung malam meredup
meninggalkan goresan lusuh
kidung kedamaian menepi
pada lautan hati
Rindukan Senja
tatapan ini menerawang kosong
sibak tirai hati mu
lembaran tiada goresan
ku bungkam dalam diam
bawa dalam hening
Nafas Merindu
berlapis rasa
menari dalam dada
slalu menghentak detak jantung
bagai genderang yang tertabuh
Goresan Hati
goresan kata terukir
pada setiap lembar hati
torehkan nada
yang kan menjadi senandung jiwa
Jiwapun Mengerang
sukma menengadah ke langit
yang setiap saat melolongkan gundah
langit masih membungkam
tarian lelah dada
kian memburu jantung
Sepenggal Rindu
diketerdiaman membisu
bayang mu kian melingkari
kepingan hati yang sepi
kian resapi
dihadapan sebingkai wajah dingin mu
pun kian getarkan aliran darah
bagai ingin menari tarian rindu
Bayangmu
bayang mu tiada pernah mau diam
slalu hadir disetiap hela nafas
kian menyelusup pori-pori tubuh
getarkan jantung mendesir halus
Menapak Jejak
menapak jejak pada hamparan putih
merenda kasih membingkai indah
teretas lara meraub suka
asa kian tergores pada nirwana
Desir Darah
berdesir darah ku
kala kata rindu
terucap dari bibir mu
bergetar jantung ku
kala senandung cinta
telantun untuk ku
Pekikan Hati
Pekikan hati ini tak pernah di mengerti oleh Malam
Malam seakan senang melihatku
Bertekuk dalam rinduku padanya
Malam seolah mau menyiksaku dalam memori tentangnya
Jua Merindukanmu
angin mendesir menerpa lembut
bagai belaian akan kasih mu
senandung alam melantun tembang rindu
membelai belai kuntum melati
ronakan kelopak yang merekah
tertunduk malu
Mengukir Namamu
mengukir nama mu
dilangit hati
yang kini berpelangi
penuh taburan gemintang
dalam hening
benih-benih kasih
menabur diantara do'a
Kaulah Kerinduan
kaulah kerinduan
kian menyatu dalam helaan nafas
kian mengalir dalam aliran darah
kaulah kerinduan
pembangkit segala harap
jua segala hasrat
Bait Membiru
terangkai bait-bait membiru
karna cinta lahirkan aksara
bagai pujangga terlahir karna cinta
Gersang
Gersang
ku dalam dahaga
merindu...
meniti langkah
langkah mu yg
mulai terhapus
dengan debu...
Tak Henti
terlangkah kaki dilabirin
menapak jejak-jejak sunyi
cari arti diri
dikeramaian nan sepi
jemari menari, menggurat
segala kesah,resah pun asa
yangkan menjadi bait-bait do'a
senandung sunyi perindu
Diam Dalam Rindu
semesta memekat tanpa gemintang
telamun diri diremang malam
kembali hantarkan raga
pada keheningan
Beranda Sunyi
tercurah segala rasa
di lembar-lembar kitab cinta
curahan rasa jiwa
melantunkan kidung kerinduan tanpa jeda
Jubah Itu Putih
bayak hal yang kau ajarkan pada ku
yang tak ku tau
bahkan yang tak kupahami sekalipun
Jejak Ini
jejak-jejak ini
masih melaju diputaran waktu
menuju lembah sunyi mu
dekap asa
pada impian kan kita bentang
satukan jiwa walau raga masih terpisah
Jelajah Kitab Usang
terjelajah kitab usang
pada tetak-tetak waktu
urai tanya pada ucap
dijeda waktu
angin menggiring mendung
mengundang gerimis
Denting Dawai
denting dawai ini
slalu mendentingkan nada rindu
denting dawai ini
nyawanya adalah alunan cinta mu
120911 : 13.39
Tetesan EMbun Pagi
tetesan embun pagi
sejukkan hati yang terbakar rindu
hembusan bayu
damaikan jiwa menyesak
Jejakmu Masih Menapak
jejak-jejak mu masih menapak
pada lembah-lembah sunyi ku
ingin kau gapai separuh jiwa mu
yang ada pada ku
Melara Aksara
melara aksara
dilembaran malam membisu
terdiam raga dilelah jiwa
terlelap dalam selimut malam
dingin pagi
hantarkan sesak nafas
yang berkalung rindu
Masih Kuingat
masih ku ingat senyum itu
senyum yang getarkan jiwa
senyum yang buat ku tak dapat terlelap
masih ku ingat raut wajah itu
tatapan tajam memiliki beribu makna
hadirkan gelombang rasa pada hati
Merindunya Adalah Sepi
merindunya adalah sepi menyesak
dipenggalan kisah masih menjadi episode
pada ranting pohon kehidupan
didahan-dahan cinta itu
ada bahagia menyapa jiwa
pun ada duka yang nyeri
bukan hanya sekedar gelombang
Pagi Mengantar
pagi mengantar dingin menyesak
kelu lidah, membuka lembaran kisah
terhempas rasa dibiru cinta
terbungkam aksara didetik waktu
Senyum Rembulan
senyum rembulan
menyapa jiwa dikeheningan
gurat aksara atas biluran rasa
yang tek berkesudah terjejal bara rindu
pucuk-pucuk malam
hembuskan sepoi bayu
terpa wajah lusuh
yang membisu dibalik tirai malam
Empat Purnama
jengah mu dapat ku rasakan diantara nadi ku
diantara nafas yang hembuskan gelisah
walau raga kita terpisah roh kita telah menyatu
atas rasa dan cinta yang slama 4 purnama terarungi
Kata Sang Semesta
dengarlah curhat ku "kata sang semesta lirih",
tak taukah kau hai perindu...
kadang senandung rindu mu memekakkan dinding telingaku
gemuruh bara rindu mu bagai percikan lahar gunung merapi
sambil tersenyum seakan terlihat marah yang tertahan.
Senandung Senja
senandung senja mendenting lirih
kala bayu menggiring mendung
menepi jiwa diriuh labirin
atas rasa yang membilur
Teleburnya Gundah
telah telebur gundah bersama fajar
telah terhempas gelisah dilembar malam
pun ketika kau menemani ku lelap diperaduan malam
damai aku dalam rengkuh kasih mu
Altar Hening
baur jiwa bersama sunyi
arak-arakan bintang memancar redup
desah angin malam hembuskan kesah
rembulan bersembunyi dibalik kelam
Buntu
buntu...!! kata ku dalam hati
tak ada aksara bisa ku olah
menjadi sebuah syair jiwa
raga lusuh ini telah duduk berjam-jam
disebuah kursi disudut ruang
hanya menggoyang-koyangkan kaki
memainkan suara gemerincing yang melingkari
Tirai Semesta
ku buka tirai semesta
titipkan rindu pada angin yang berhembus
biarkan kesah pada detik yang memburu waktu
pun biarkan jiwa terbang jauh
susuri jejak-jejak sang surya
temui damai dibias-bias cahyaNya
Siang di Kasur Tua
siang tadi, ku rebahkan raga pada kasur tua
kelopak mata tak mau mengatup
padahal lelah jiwa ini
bagaikan terkena pukulan godam
hanya belalakkan mata dibalik jendela
tatap awan membias merah diangkasa
yangkan menggiring senja menghantar malam
dimana malam, kan menghampar lembarannya
Kisah Kelinci
kelinci itu, slalu diburu ribuan pemburu
tunggang langgang berlari mencari tempat persembunyian
pada rerimbunan semak belukar,dibalik pepohonan,
rasa takut membilur fikirannya
Waktu Menggiring Musim
detik waktu,
terus merambat
jejak-jejak kian sunyi terjalani
senandung kidung rindu
hanya melantun lirih
waktu jua terus menggiring musim
biru semesta seakan memudar
indahnya malam jua seakan mengelam
yang terbentang hanya hening,hening dan hening
Selembar Daun
bagai selembar daun mengering
terkulai didahan layu
tak ada tetesan embun menyentuh
tak ada bias mentari belai hangat
lusuh
layu
lemah
Pada Hembusan Angin
pada hembusan angin
slalu ku titipkan kuntum rindu
pada keheningan
slalu ku dekap bayang mu
pada dinding malam
tiada lelah buraikan rasa
curahan nyanyian rindu
pun gurat pada kitab cinta
Lusuh Aksara
lusuh aksara melantun kuyu
dawai-dawai rindu terhempas puyuh
lara hati dihamparan sepi
hening,tanpa nyanyian rindumu
Musim
musim itu menggiring badai
senandung alam terkapar
waktu menggeliat gerah
camar-camar berteriak melengking
jejak-jejak alam hanya menghening
terbungkam dilembah sunyi..
Senandung Yang Karam
ketika senandung alam mu karam
maka semesta kan berduka
awan-awan putih mengarak mendung
mengundang senandung petir bergemuruh
Pagi Ini
pagi ini,
tak ada kicau burung bersenandung merdu
tak ada senandung alam mengalun syahdu
pun kuntum-kuntum bunga hanya terdiam bisu
dibawah cerah mentari
jua hanya menatap bisu pada semesta
meracau lirih, hingga tak terdengar telinga angin
Malam membadai
malam menggiring badai
angin berhembus kencang
arakan awan hitan membentang jubah
guyuran airmata lagit deras mencurah
Duka Semesta
semesta...
mendungmu tak terbendung
dukamu terus berkepanjangan
lelahkah kau dengan segala angkara dunia..?
marahkah kau dengan segala debu yang melekat dinding langitmu..?
Waktu
waktu masih merangkak bisu
detik mendetak kaku
kitab ini masih menggores cerita jiwa
riwayat yang menggiring musim
langkah ini kan terus melaju
bersama sisa mimpi
meniti jalan berliku, dihempasan-hempasan waktu
Padamu Mentari
pada mentari yang bersinar
tetaplah menjadi mentariku
walau kadang cuacamu tak menentu
suka buat ku terserang flue,
batuk, meriang dan menjadi demam
Riuhnya Labirin
rapuhnya sayap-sayap merentang
dihempasan yang tak henti menerjang
masih tegak kaki berpijak
melangkah dan terus melangkah tanpa henti
Air Mata Cinta
siang merentang terik
gerah membumbung semesta
dawai-dawai terpetik melengking
buana bak tergenang darah
tercurah aksara pada tanya
isyaratkan jiwa melara
cinta menorehkan luka
dilembaran waktu yang terhampar
Senandung Sepi
pagi masih berselimut mendung
mentari masih berduka
cerahnya membias sendu
layukan senandung yang ingin menembang
padamu hai mentariku
cerahlah dengan indah cahyamu
mendungmu menghempasku
pada langkah yang lemah
Tentang Rapuh
jejak melangkah tanpa letih
mengurai kisah sepanjang jalan terentang
senandung kidung mengalunkan tembang jiwa
yangkan gemakan hingga dinding semesta
hingga membuka pintu-pintu waktu
yang masih tertutup bisu
pun asa masih ku dekap
sepanjang jejak melangkah tertatih
Tentang Rindu
kesedihan mengalir pada matanya
telaga telah kembali mengeruh
senja berdiam dibalik jeruji duka
waktupun tak ingin membuka pintu, kan tetap bisu
padahal, slalu lukis cinta gurat senandung rindu
pada kanvas-kanvas batin lusuh
dengan warna-warna telah didaur
menjadi lukisan berpelangi
Kasih
kasih,
ketika malam telah tergelar
waktunya kita menggurat lembaran hati
melukis bayang pada kanvas jiwa
memburai rindu pada tembang malam
hanya pada malam
penyatuan jiwa kian terikat
heningnya, mendekatkan kita pada cintaNya
kan kita rengkuh dalam dekapan jiwa yang kian menyatu
Sayap-sayap Rapuh
letih kian merajam
raga melemah tercabik-cabik rasa
lelahkan jiwa yang telah terkapar dibelantara duka
rengkuhan bagai jeruji berduri
kuasai jiwa, ikat pada tonggak dihamparan sunyi
langkah terbuntuti bak putri patih
Senandung Malam
senandug malam timbul tenggelam
seperti senja yang telah lelap diperaduan malam
malampun menjadi telaga rasa
terentang dihamparan buana
tembang angin meletih
berhenti ditelaga pengheningan
tumpahkan keluh dalam guratan pena malam
melantun tanpa suara hanya desah-desah resah merayap
Mentari Pagi
inginku sapa mentari pagi
dengan sejuta kasih yang merentang
hangatkan hati dititian-titian pagi
melebur
menyatu
dalam duka-duka bumi
Karena Cinta
pada dasarnya cinta sejati itu ada pada setiap diri manusia
bila mencintai hanya karnaNya
bukan karna hanya nafsu dan kehendak hati yang ternafsui
ia akan tetap memberi cintanya dalam ketulusan
walau cinta itu nantinya tetap juga tak bisa dimiliki
dalam harapan dapat diraih seperti keinginan hati memiliki karnaNya
Senandung Di Batas Senja
kala mentari meredup dibatas senja
kan giring malam bersama arakan-arakan penembang
mengurai aksara dalam bait-bait rasa
pun senandungku kan menembang
pada altar-altar sunyi dan beranda sepi
hingga gaung memecah hening
entahlah
mentari engan hadirkan cerahnya
bumi membuih penuh polusi emosi
perut bumi seakan sesak
hembusan bayupun tak terasa segar lagi
Katakan Hai Pagi
katakan padaku hai pagi
ceritakan sebuah kisah
tentang senandung-senandung gelisah semalam
karna hanya terdengar berbisik halus,samar
bagai bayu hanya melintas dan hilang
ketika ku berada diantara kantuk dan terjaga
Menunggu
musim terus berganti dan aku masih terus melangkah
tak ku ketahui kapan aku kan pulang
sebelum tiba jemputan itu datang
jejak-jejakku mencari damai
pada jalan-jalan terentang
berjuta pena mencatat segala kisah
aku,kamu dan kita semua mengurai riwayat jiwa
yangkan menjadi sejarah tertinggal dan pernah ada terlahir
Goresan Ini
goresan ini kan slalu mengukir tentangmu
walau lembaran itu tak terlihat olehmu
karna kau telah ada dalam mimpiku
karna kau adalah anganku
Jejakmu
mentari kembali bermuram durja
membawa jiwa pada sunyi
tatap jalanan sepi tanpa jejaknya
kemanakah sang jejak melangkah
mentari tenggelam dibalik awan hitam
tak terdengar suara dari seberang
hening tak ada nada berdendang
dimanakah sang pecinta melenggang
Padamu Duhai
padamu duhai cinta
sepi bertandang ditubuh
kala tak terlihat jejakmu
pada jalan yang ku lalui
rasa menggelisah
didetik waktu yang terus melaju
malam serasa memburam
tanpa cahaya biasan tubuhmu
Kumengerti Gelisahmu
hatimu terus bertanya
Ketika goresan ini terukir
mengurai bait-bait rindu
hatimu masih mencari makna
dalam lantunan rindu yang menembang
bersenandung pada jejakan sunyi
Jiwa Itu Masih Hidup
ketika waktu mengurai segala rasa
jejak ini masih berdiri tegak
meraup serpihan kata berserak
menjadikan butiran-butiran karang kecil pada dinding hati
Belati
bila hati telah penuh dengan noda
maka lidah kan melahirkan belati-belati kecil
bila hati telah dipenuhi kebencian
maka bibir kan mengurai kedengkian
Goresan Melati
goresan ini masih mengurai riwayat tubuh
menembang pada keheningan
tercurah pada dinding sunyi
dalam diampun masih mengeja makna terurai
atas waktu yang giring mendung tak beresudah
mengeram pada langit jiwa
Senandung Hening
menghening dibawah kelam malam
bintang-bintang memijarkan kilaunya
sepoi angin malam jua menerpa lembut
desah-desah sesak belum teretas tuntas
masih menghentak denyut jantung mendetak
sesekali hempaskan diantara semilir bayu
Bait-bait Jiwa
telah ku maknai setiap hembusan nafasmu yang terhela
telah ku dengar detak jantungmu mendetak gelisah
diamku mengeja bait-bait jiwamu melantun
memaknai setiap goresanmu mengurai
Singgasana Hati
dalam setiap langkah ada bayangmu mengiringi
tegakkan kaki ketika letih melangkah
menjadi sandaran ketika jiwa melelah
kau hamparkan lembaran-lembaran putih hatimu
tempat curahan segala kesah dan dera rasa
menyentuh jiwa dengan lembut kasihmu
Mentari Kehidupan
hanya bisa menatap dari jauh
sang mentari itu begitu cerah
sinarnya memberi kehangatan
terkadang biasnya menusuk tajam
seakan ingin membakar seluruh lapisan tubuh
Pada Jalan Sunyi
pada sunyi yang kususuri
ada titik terang diujung pandang
tertatih langkah menuju arah
pada siang dan malam
ketika lewati lembah sunyi hatimu
terdengar samar nyanyian kehidupan
desiran halus hentakkan degub jantung
hentikan langkah diruang rindu
Untukku
aku hanya bisa menunggumu
hanya bisa menatap bingkai wajahmu
hingga waktu pecahkana segala gumpalan do'a
terurai aku dalam syair cintamu
tergubah aku dalam bait jiwamu
ternyatakan aku dihadapanmu
Lembar-lembar Putih
diluas hatimu telah ku urai segala kesah
sandarkan lelah diletih pundakmu
kasihmu rentangkan ribuan cahaya
dimana aku kan tenang saat bersamamu
Taqdir Terjejak
pintu waktu telah sedikit terbuka
menampakkan sedikit bias cahaya kehidupan
masih diam, menunggu pintu itu terbuka lebar
hingga langkahnya terlepas dari segala belitan nyeri
Goresan Duka
duka semesta kian panjang
seperti duka langit jiwa
hujan dan badai yang digiring musim
hanya menghentak-hentak denyut nadi
Goresan kidung gelisah
bergulir waktu pada perputaran masa
gelisah menanti musim dan cuaca dianak-anak angka
entah seperti apa uraian tubuh digiring zaman
menjadi tamu pada ruang hati mengkusam
Lihatlah tanah pertiwi itu
lihatlah tanah pertiwi itu
telah meretak dan meruntuh
dikeruk sesuka hati
tanpa melihat akibat terjadi
telah meretak dan meruntuh
dikeruk sesuka hati
tanpa melihat akibat terjadi
kaulah cahaya peneduh jiwa
detik waktu mengantar hati bertemu dua jiwa
pada ruang-ruang sunyi dihamparan malam
tak mengenal siapa kau sang penggores rasa
aksaramu mengurai sebagai penembang kerinduan
bagaikan musafir cinta mencari arti kesejatian rasa
Goresan penghujung Tahun 2011
detik-detik waktu terus berdetak
musim silih berganti singgah pada detak jantung
penghujung watku kan gugurkan angka-angka pada kehidupan
asa dan mimpi masih bersimpuh dikakiNya
Airmata itu
airmata itu tak henti menetes
sesakkan jantung mendetak
bulir-bulir pecah berhamburan
.
bening-bening hangatnya
mengalir perlahan menuju lautan do’a
membentuk karang rapuh
Untukmu yang terdiam
telah berjam-jam duduk dibangku ini,
yang sedari pagi juga menunggu kabar tubuhnya
“sedang apakah kau disana..”kataku lirih sagat lirih
tak ada berita pun tanda-tanda langkahmu datang
seperti biasa dimana kau slalu berkunjung setiap waktu
mengajakku bercanda menghapus duka-duka merimbun
menemani hinggaku terlelap sendiri,
Senandung jubah semesta
sayang.. hari hampir menuju senja
mungkin tak akan aku lihat senja sore ini entah ditempatmu
karna langit lagi menggelar jubah hitamnya
Senandung sunyi yang terhempas
Cerita lembaran surat pagi
Oleh : Tika Cb
pagi tadi matanya masih setengah mengantukbuka pintu dan jendela
sang bayu lalu lalang melintas
jalankan tugas menebar sepoi sepanjang buana
Lipatan hati
lipatan-lipatan hati dibentangnya
kembali urai sesak yang tersimpan
bersama waktu telah mengurai segalanya
pun rahasia yang terselip dibalik lipatan
Detak jantung sunyi mengalun
Oleh : Tika Cb
duka itu mengiris jantung sunyi
terdengar lirih dan sangat lirih suara itu berucap
bagai suara erangan angin kan hadirkan badai
atas waktu menjeda bait-bait jiwa
Sudahlah
malam kian suram
rembulan dan bintang enggan memancar
jalanan senyap
seakan semua larut pada duka sang sepi
.
sudahlah
jangan lagi ada desahan lara
guratan pena-pena petir
bersenandung sajak getir
rembulan dan bintang enggan memancar
jalanan senyap
seakan semua larut pada duka sang sepi
.
sudahlah
jangan lagi ada desahan lara
guratan pena-pena petir
bersenandung sajak getir
Uraikan aku dipintu waktu
langkah yang meletih
masih susuri lorong dan jalanan sepi
masih jua setia menembangkan syair sepanjang malam
bercerita tentang duka kesedihan
dan urai tubuhmu menjadi senandung malam
Ketika waktu berbicara
senja telah terlelap
seiring langkah waktu melaju bisu
telaah garis-garis kehidupan
penuh kesemrautan warna diremang malam
Pernahkah terfikirkan dengan seksama
bangunan-bangunan itu ada beberapa deret
tak terlihat bagus hanya sebagai bangunan biasa
bahkan terlihat gersang tak jua ada penghijauan
ditengah halaman hanya ada tiang tinggi menjulang
tempat sang merah putih berkibar-kibar entah melambaikan makna apa
Bait-bait rindu
malam kembali menghening
seakan semua makhluk bumi tertunduk
tafakur dialtar-altar sunyi
serahkan jiwa pada kepasrahan
.
dingin malam kian sepikan suasana
eja lembar-lembar pengharapan
yang tergurat pada dinding hati
desah-desahpun terhela sesak menyesak
Derita jiwa-jiwa yang tiada berakhir
langkah raga menjejak bisu
menggotong angan pada secuil asa
tertatih kaki melangkah dilembah kehidupan
menuju mimpi yang masih terlelap
.
masih terlihat tapak-tapak pilu
telah menjadi telaga darah,airmata
menjadi lembah kehidupan menyesak
menjadi kubangan kesengsaraan
Ketika sepi menyelusup pada nadi
lara telah menyatu pada jiwanya
ketika musim silih berganti menghempas
hati telah terbiasa teriris sayatan belati
satu titik cahaya tuntun nurani pada damaiNya
.
guliran waktu
kembali rentangkan malam
bergegas raga menuju keheningan
merangul rindu yang membelenggu detak waktu
Jadikan kami sayap-sayap kokoh Garuda
kami ada dipenjuru negeri
tertimbun dimeja dan kursi
tak terlihat, tak diperduli
tak dianggap berarti
.
kami anak-anak negeri
lihatlah kami setiap hari bermimpi
menjadi pasukan lapangan hijau gagah berani
tak letih berlari ,demi mimpi banggakan negeri
Ketika cinta hanya bertahta diujung lidah
ketika cinta hanya bertahta diujung lidah
kan tergenangi airmata lara
keagungannya berhias rampai berduri
merobek lembaran sakral sebagai janji
.
kesucian cinta ternistakan
raga hanya dibaluri airmani sang penguasa
dendang bak durjana melenggok riang
menjulur lidah berliur srigala
Duka yangkan abadi
kesedihan mengalir pada matanya
telaga telah kembali mengeruh
senja berdiam dibalik jeruji duka
waktupun tak ingin membuka pintu, kan tetap bisu
Hati kamipun telah terqur'bankan
semangat kami lemah menyambut indahnya bulan yang bawa berkah
kami yang mengais rezeki dikaki penguasa
telah lelah memaki mereka
tak guna muntahkan serapah yang tak jua merubah jadi sejahtera
.
kami pasrah dalam senyum derita
menjinjing mukena ,sajadah dibahu lelah
kotbah ulama hanya melewati telinga
gerah,gelisah mengubun pada kepala
[FPK] Kisah di sebuah lembah
Oleh : Granito Ibrahim & Tika cb ( No. 186 )
Selalu pada senja
menyelinap: cahaya-cahaya yang terjatuh
membawa bulir waktu
entah berputar
atau mengelana
berkepak helai angin
[FPK] Altar lukisan senja
Oleh : Alam penyair maya & Tika cb (No. 82 )
pada keping waktu yang bersembunyi
samarkan aku di setiap butir sepi
pada remah-remah aksara nan sunyi
di selasar senja yang kian menepi
Aku ada dalam tubuhmu
bersama angin sentuh tubuhmu
menyelusup dalam nadi-nadi
pun pada detak jantung
hingga menyatu dalam darahmu
.
aku diam diulu hatimu
yang tak pernah kau sadari
ku eja satu persatu bait-bait tubuhmu
yang telah ku hirup dalam nafasku
Ku temukan
kutemukan kasih dimatamu
yang tak dapat diganti dengan apapun
bahkan dengan airmata darah sekalipun
.
seperti senja yang teduh
seperti kilau kejora melekat pada dinding kelam
damai yang selalu hadir pada musim-musim kering
Hanya kau satu
malam mengembangkan sayap-sayap hitamnya
eja kembali lembaran kitab merentang
runut satu persatu riwayat tertera
mungkin ada kisah kita tertinggal
.
tak terkedip mata dalam jeda eja
memburai perjalanan waktu
diantar bait lara dan senandung rindu
punguti gemintang yang tercecer
Sampah
burung berceracau tak karuan
cecak-cecak berdecak..ckckck
pun tokek tak ketinggalan
entah apa yang mereka ributkan..
.
sementara hidung ku mendengus
cium bau sampah menyengat
ulat-ulat menari-nari
riang diantara busuk-busuk sampah
Sabtu, 14 Januari 2012
Pagiku berselimut dingin
pagi kembali giring gerimis,
setelah semalam semesta berselimut mendung,
desingan angin malam, menghepas-hempaskan,
setiap yang melintas dihamparan malam
.
jalan-jalan hening,
jiwa-jiwa terdiam,
tatap jendela malam tetap jua sepi,
dengan benak penuh tanya berceracau bisu,
Ruang hening
slalu saja tertatap dinding ungu ini
tempat biasa ku berdiam
menatap teras hening
dibalik jendela bertirai putih
.
remang-remang lampu yang menjuntai
seperti sarang lebah mengantung pada pohon
kian heningkan suasana malam
Lamunan siang
buntu…!! kata ku dalam hati
tak ada aksara bisa ku olah
menjadi sebuah syair jiwa
.
raga lusuh ini telah duduk berjam-jam
disebuah kursi disudut ruang
hanya menggoyang-goyangkan kaki
memainkan suara gemerincing yang melingkari
Lihatlah aku
lihatlah aku
walau pelangi ini memudar
iakan tetap menghias alam
bersenandung rindu dihempasan rasa
.
tataplah aku
dilayuku kan tetap tegak genggam asa
panji-panji setia takkan patah
telah tertancap pada palung jiwa
Terhempas rasa
hembusan angin menghempas pelangi
yang menghias lembah sunyi
memudar warna tertutup mendung
rinai gerimis menetes kelu
.
jejakmu melangkah laju
kuak lembar-lembar lalu
retakkan sanggah
yang bersandar didada alam
kau hantar lelap dalam damai
ketika malam merambah semesta
lembar perlembar kitab cinta
kita gurat cerita asmara
.
sang kelam menjadi saksi bisu
pada rasa kita yang terburai
menyatukan roh dilorong malam
Serunai perindu
suara langit hati berteriak gagu,meronta lirih
berpacu rasa bersama waktu
mimpi-mimpi perindu
masih terlelap diperaduan semesta
.
jejak bisu terus melaju dilorong waktu
mendekap kantung harapan
memanggul mimpi berpeluh
Padamu cinta
pada cinta yang menggema
teralir nafas-nafas cinta menderu
melambung penuhi semesta
.
pada cinta yang terdiam
tersabda nama mu
dalam gaung tembang asmara
Rengkuh segala berkah
diantara taburan gemintang
jejak melangkah disekian malam
senandung perindu menggema maya
jadikan bait-bait do’a
.
sekian purnama jua telah terlewati
segala asa,pinta pun impian
telah penuhi dinding semesta
Pelangi diantara gerimis
begitu pandai kau ambil hati ku
padahal gerimis telah mengguyur
petir yang seakan ingin membelah hati
kau tutup dengan langit cerah mu
.
kau hadirkan pelangi
pada gerimis tadi
hingga hujan tiada mengguyur deras
kau hadang badai yang ingin menghempas jiwa kita
kau teduhkan dengan damai mu
Sayatan ngilu
nyanyian jiwa membahana
seringai-seringai bagai srigala
menghujam tajam
tertawa riang diatas luka
.
tubuh kian melebam
hirup buncahan darah
sampai sukma mengilu
Ini cinta yang dihadirkan alam
telah berjam tatap wajah mu, tiada buat ku jenuh,
jika kamu bisa rasakan belaian lembut jemari ini
mengelus pada bingkai wajah mu
kamu kan jua rasakan,detak yang begitu halus,
saat itulah rindu ini kian memekat,
Dungunya aku
mungkin begitu dungu diri ini
bertahan pada hati yang bisu
sekian purnama silih berganti berlalu
setetespun embun mu
tiada pernah jatuh
dahagakan bunga melayu
Semua karnaMu
kata tak dapat terkata
ucap tak dapat berucap
kelu lidah mengecap
terjabar dalam ratapan malam
terburai dalam rentangan jemari
terurai dalam buraian bulir-bulir
bening menggenang
Engkau Maha mengetahui
.
hanya pada Mu segala munajat
berpinta, berkeluh
hanya Engkau sandaran abadi
ketika langit jiwa terejam pilu
ketika dinding hati tersayat perih
ketika sukma terhempas pedih
semua ada dalam catatan Agung Mu
.
Tubuhmu
tubuh mu,
bagaikan sebuah buku
setiap hari ku sapa
tempat ku berbagi cerita, suka duka
.
tubuh mu,
bagikan buku ajaib
sesekali hadirkan suara
kuluman senyum, tawa
jua bisa berbicara
Senjaku menghilang
jiwa mengambang ditengah samudra
dimainkan rasa dihimpit lelah
bagai petarung
yang bertarung melawan golakan hati
.
lolongan panjang
yang merintih dalam sunyi
seakan tiada didengar sapapun
kecuali Rabb ku
ya, hanya Rabb ku
Tak bisa cegah waktu
takkan bisa ku cegah waktu
yang berlalu bersama bayang mu
kesunyian bagai tak bernyawa
mendekam dalam gelap
.
kerlip yang timbul tenggelam
sengalkan nafas diketerhelaan
sekelumit asa
masih saja senandungkan
Ketika raga merintih
bagaikan lembaran kertas yang kusam
penuh goresan-goresan menghitam
ada robekan luka yang masih menganga
masih terbanjiri nyeri dan ngilu
~
biarkan hingga luka merobek seluruh jiwa
saat lelah rebahkan pada lelap yang bisu
biarkan lukanya mengalir hingga kerelung hati
sampai langit mendengar rintihan perih
Rintihan anak jalanan
Berdiri kami diantara kaki lelah,
melangkah diantara kehidupan riuh
mencari sesuap nasi
isi perut agar terisi
sana kemari mencari-cari
tiada lelah tiada letih
berbelas hati dari jiwa suci
berharap dapat rupiah ditangan kami
Langganan:
Postingan (Atom)